Tata Niaga Ulin (Eusideraxilon zwagerii)
Kayu Ulin (Eusideraxilon zwagerii) termasuk dalam Famili Lauraceae sering juga disebut kayu besi karena memiliki sifat kayu yang kuat dan awet (Kelas Kuat I dan Kelas Awet I) yang tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek. Dengan karakteristik ini, kayu ulin banyak digunakan untuk konstruksi jembatan, dermaga, bangunan yang terendam air, bantalan kereta api, perkapalan dll. (Atlas Kayu). Dewasa ini ulin juga banyak digunakan sebagai bahan sirap.
Penyebaran ulin secara alami tumbuh di hutan Kalimantan, Jambi, Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung tumbuh terutama pada ketinggian 5-400 meter dpl.
Proses permudaan ulin secara alami umumnya kurang berjalan dengan baik, sementara itu tingginya permintaan terhadap kayu ulin terus meningkat seiring tingginya harga jual di pasaran. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan terjadinya penurunan populasi ulin.
Dalam upaya mengantisipasi punahnya kayu ulin dari hutan Indonesia, sejak tahun 2006 Departemen Kehutanan mulai melakukan upaya-upaya antara lain berupa Surat Edaran Menteri Kehutanan kepada Gubernur se Kalimantan yang isinya pembatasan izin tebang ulin harus sudah mencapai diameter 60 cm serta melarang peredaran kayu ulin keluar Kalimantan. Lebih lanjut disepakati pembekuan perdagangan kayu ulin oleh Departemen Kehutanan melalui Ditjen Bina Produksi Kehutanan dan Departemen Perdagangan melalui Ditjen Perdagangan Luar Negeri.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 65/Menhut-II/2008
Pada tanggal 14 Nopember 2008 Menteri Kehutanan mengeluarkan Peraturan No. P. 65/Menhut-II/2008 tentang Rekomendasi Ekspor Produk Kayu Olahan Ulin. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Ekspor produk kayu olahan ulin dapat dilakukan terhadap produk kayu olahan ulin yang sudah ada pada pemegang izin usaha industri perkayuan yang berada di Pulau Kalimantan sebelum akhir bulan Desember 2007 sesuai Laporan Mutasi Kayu (LMK bulan Desember 2007). Kebijakan ini tentu belum dapat diterima semua pihak terutama pengusaha industry kehutanan di luar Kalimantan seperti Bali. Berbagai pihak yang belum terakomodasi dengan Peraturan Menteri Kehutanan tersebut terus berupaya untuk mendapatkan solusi pemasaran kayu ulin yang telah ada sebelum adanya pelarangan peredaran kayu ulin tersebut.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 35/Menhut-II/2009
Tahun 2009, Departemen Kehutanan melakukan kajian ulang terhadap Tata Niaga Ulin dan menghasilkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 tanggal 18 Mei 2009 tentang Tata Cara Penerbitan Rekomendasi Ekspor Produk Kayu Ulin Olahan (PROKALINO). Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan tersebut maka Peraturan No. P. 65/Menhut-II/2008 tentang Rekomendasi Ekspor Produk Kayu Olahan Ulin dinyatakan tidak berlaku lagi.
Beberapa point penting dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 antara lain :
Produk Kayu Ulin Olahan (PROKALINO) adalah produk kayu olahan dan turunannya serta barang jadi yang berbahan baku Kayu Ulin.
Ekspor PROKALINO hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.
PROKALINO yang akan diekspor wajib dilakukan verifikasi oleh LP&VI. Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen yang selanjutnya disebut LP&VI adalah lembaga yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi (Komite Akreditasi Nasional / KAN) untuk menilai kinerja pengelolaan hutan lestari atau memverifikasi legalitas/keabsahan hasil hutan kayu pada pemegang izin atau pemilik hutan hak.
PROKALINO yang dapat diberikan rekomendasi ekspor adalah Kayu Ulin yang bahan bakunya berasal dari :
Kayu bulat dari IUPHHK-HA; IUPHHK-HTI; IPK, dan ILS;
Kayu pacakan dari tunggak yang diambil dari dalam areal HTI yang telah ada tanamannya dan/atau di dalam areal perkebunan; atau
Kayu bulat dan/atau kayu pacakan dari tanah milik.
PROKALINO yang akan diekspor wajib dilakukan verifikasi oleh LP&VI.
Biaya untuk verifikasi legalitas kayu dibebankan kepada ETPIK pemohon.
Dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2009 tentu menjadi angin segar bagi dunia usaha termasuk di Bali tentunya. Namun sepertinya masih perlu bersabar karena pelaksanaan peraturan tersebut perlu didukung kelembagaan yang juga harus sudah siap. Salah satu unsur penting pelaksanaan peraturan tersebut adalah Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI) yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional yang nantinya bertugas memverifikasi keabsahan/legalitas hasil hutan.
Siapakah yang termasuk LP&VI ? inilah yang masih perlu ditunggu.
Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa dalam hal LP&VI belum ada yang diakreditasi oleh KAN, maka verifikasi dapat dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Kita tunggu saja semoga seluruh perangkat pelaksana Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dapat segera disiapkan.(com)
Dear Sir / Madam
We are Indonesian-based trading company which handling various products for export purpose. We are service our Buyers
If yours not have representatives or agents in Indonesia maybe We can help search and finding company which your need buy like wood Products and Furniture or all products wood working products like Flooring,etc.
We are private inspection company specialized in inspecting goods before shipment in
When a goods already, our inspector will go to the mills and draws 10% - 15% as samples. a report will be made after detail inspection on size, thickness, color, moisture, quantity, package and loading the container. Also picture of the products will be taken and send to you too by e-mail first.
We will do if you need condition before products start process or after contract for check raw material and possibility study as report condition..
Please kindly contact for further detail. If possible by E-mail or fax first.
Thank You.
Best Regards,
JS Trading
Plaza Graha Family –
Tel. + 62 31 738 7708.
Fax. +62 31 732 6333.
E-mail : artsbu@yahoo.com and jstradwood@gmail.com
Mobile Phone : +62 818 390 755 .
Contact Person : Mr.Ardian.
No comments:
Post a Comment